Senin, 27 Juni 2016

FMN Cabang Kota Kupang bersama BLM STIKOM UYELINDO Kupang Menggelar Diskusi Terbuka Soal Penanganan Kasus Human Trafficking Di NTT



Sabtu 25/6/2016, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Kota Kupang bersama Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) STIKOM UYELINDO Kupang menggelar diskusi terbuka dengan tema “Konsolidasi Gerakan Mahasiswa Dalam Menuntaskan Persoalan Human Trafficking Di NTT”.


Diskusi terbuka tersebut menghadirkan Iweng selaku Ketua Keluarga Besar Buruh Mirgan Indonesia (KABAR BUMI) dan Ino Naitio ketua Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Kota Kupang, serta dimoderatori oleh Adrianus Laba selaku Ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) STIKOM UYELINDO Kupang. Diskusi tersebut dihadiri oleh puluhan organisasi kemahasiswaan di Kota Kupang.

Iweng, ketua KABAR BUMI menjelaskan materi tentang sejarah migrasi di Indonesia, faktor utama yang menyebabkan terjadinya migrasi di Indonesia, persoalan-persoalan yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia, hingga persoalan human trafficking.

Iweng mengatakan bahwa migrasi yang terjadi di Indonesia bukanlah migrasi yang terjadi secara sukarela, tetapi migrasi yang terjadi karena terpaksa. “Berdasarkan sejarah, migrasi yang terjadi di Indonesia, karena terpaksa bukan karena secara sukarela. Faktor utama yang menyebabkan migrasi adalah masalah ekonomi”.

“Kita harus memeriksa secara mendalam keadaan alam, ekonomi, dan sosial yang menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya migrasi dan tingginya kasus human trafficking di NTT. Hanya dengan demikian kita mengetahui dengan jelas faktor apa yang mendorong terjadi migrasi dan tingginya kasus human trafficking di NTT” jelasnya.

Iweng juga menjelaskan tentang berbagai persoalan yang menjadi tuntutan utama perjuangan buruh migran Indonesia, seperti ; masalah pengurusan dokumen secara mandiri dan tidak harus melalui PJTKI, biaya penempatan kerja yang berlebihan (over charging), hingga persoalan korban koreksi data/pasport yang sedang di alami oleh beberapa BMI di Hongkong yang sedang diadvokasi oleh KABAR BUMI.

Khusus tentang persoalan human trafficking, Iweng menjelaskan bahwa berdasarkan data pemerintah, kasus human trafficking di NTT mencapai angka 7.500 kasus setahun. “ini aneh, NTT tidak termasuk 10 daerah pemasok BMI terbesar, tetapi berada pada urutan pertama kasus human trafficking dari Indonesia” jelasnya.

Ia juga mendambahkan bahwa ini adalah tugas dari organisasi gerakan di NTT, khususnya gerakan mahasiswa untuk melakukan penelitian/investigasi secara mendalam faktor yang menjadi penyebab utama mengapa kasus human trafficking sangat tinggi di NTT.

Sementara Ino, Ketua FMN Cabang Kota Kupang menjelaskan tentang hubungan antara pemuda mahasiswa dan persoalan buruh migran Indonesia. “mengapa pemuda mahasiswa harus berbicara tentang persoalan buruh migran dan kasus human trafficking. Berbicara tentang persoalan buruh migran sebenarnya kita juga berbicara tentang persoalan pemuda mahasiswa. Bahwa persoalan buruh migran dan pemuda mahasiswa sama-sama lahir dari masalah ekonomi sebagai akibat dari adanya ketimpangan penguasaan dan sumber-sumber agraria di Indonesia, khususnya di NTT” jelasnya.

Ino juga menambahkan bahwa kampus seharusnya menjadi laboratorium untuk membedah dan mencari solusi atas persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyat. “Kualitas pendidikan seharusnya di ukur dari bagaimana pendidikan mampu menyelesaikan berbagai persoalan rakyat, termasuk persoalan human trafficking” tegasnya.

Peserta diskusi menyambut baik diskusi terbuka tersebut dan mendorong untuk segera dilakukannya upaya kongkret dalam menyelesaikan berbagai persoalan human trafficking di NTT. “Kami mengusulkan untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan human trafficking di NTT dimulai dari kasus yang dialami oleh Dolfina” tegas Lia Kopong Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Widya Mandira yang juga merupakan anggota Komunitas Peduli Peradilan Bersih (KP2B).

Menanggapi tawaran tersebut, peserta diskusi bersepakat untuk mengadakan diskusi lanjutan yang akan kembali membedah secara mendalam persoalan human trafficking di NTT.

Diskusi juga diselingi dengan pemutaran film dokumenter dengan judul “Erwiana : Justice for All” yang mengisahkan perjuangan BMI di Hongkong terkait dengan tindak kekerasan yang dialami oleh Erwiana oleh majikannya di Hongkong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar