Pada zaman feodal hanya terdapat disatu pihak tuan-feodal sebagai golongan
yang menghisap dan dilain pihak, kaum tani sebagai golongan yang dihisap
tenaga-kerjanya. Dengan sendirinya belum lahir kaum buruh. Kaum tani dikerjakan
dengan mendapatkan bagian dari hasil-kerjanya diatas tanah tuan-feodal.
WaIaupun sudah semenjak tahun 1596 di Indonesia kedatangan Belanda yang mulai
meletakkan kekuasaannya.
Kekuasaan Belanda di Indonesia terutama ditujukan untuk dapat mengambil
hasil bumi Indonesia seperti rempah2, merica, ketumbar, kayumanis dan
sebagainya. Dengan jalan perampokan dan perdagangan2 hasil rampokan itu, kaum
kapital-dagang Belanda mendapat untung yang se-besar2nya.
Dengan berkuasanya kaum kapitalis-dagang Belanda di Indonesia, maka Rakyat
Indonesia yang sebagian terbesar terdiri dari kaum tani, mengalami penghisapan
luar-biasa, yaitu pertama mereka dihisap langsung oleh tuan2 feodal, dan kedua
mereka dihisap juga oleh kaum kapitalis-dagang Belanda.
Pada saat saat itu sekalipun sudah ada segolongan pekerja yang diberi upah,
tetapi golongan ini masih sangat sedikit, dan terbatas pada kaum pekerja
di-kantor2 perdagangan Belanda, atau kantor kantor Pemerintahan Belanda, atau
paling banyak terbatas di sementara pelabuhan besar di Indonesia.
Baru sesudah tahun 1870, kaum kapitalis-industri Belanda berusaha
memperkuat kedudukannya di Indonesia, dengan jalan menanam kapitalnya. Dengan
penanaman kapital itu, mereka dapat menekan ongkos seringan2nya dan mendapatkan
hasil se-banyak2nya.
Titik berat daripada penjajahan Belanda tetap diletakan pada lapangan
pertanian yang menghasilkan hasil bumi. Oleh karenanya timbulah perkebunan2 teh,
perkebunan2 kopi, perkebunan karet, perkebunan kina, dan lain2.
Dalam tahun 1870 oleh pemerintah kolonial diadakan apa yang dinamakan
undang-undang agraria, undang2 yang menjamin didapatnya tanah untuk kepentingan
kapital partikulir. Dengan undang2 ini terbukalah kesempatan se-luas2nya bagi
kapital partikulir perkebunan Belanda untuk ambil bagian penghisapan kolonial.
lni adalah permulaan perpindahan dari politik kapital dagang monopoli kepolitik
kolonial "baru" dari pada kapital industri, perpindahan dari sistim
monopoli dagang ke-sistim persaingan merdeka yang berlangsung dari tahun 1870
sampai 1895, dan ditandai oleh bertambah besarnya rol daripada bank2 kolonial.
Dalam tahun 1870 itu juga diadakan undang2 gula yaitu undang2 yang memberi
kebebasan pada kapital partikulir untuk mengusahakan gula.
Dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869, hubungan antara Nederland
dengan Indonesia dipermudah. lni membuka kemungkinan lebih besar lagi bagi
perkembangan kapital partikulir. Tahun 1870 didirikan maskapai pelayaran
Stoomvaart Maatschappaj Nederland (SMN) yang mengatur hubungan
Amsterdam-Indonesia. Tabun 1870 didirikan hubungan kereta-api yang pertama
antara Semarang-Surakarta. Tahun 1883 didirikan N.V. Rotterdamse Lloyd (RL)
sebagai hasil perkawinan antara kapital Inggris dengan Belanda (NHM) dan
kapal2nya berlayar dibawah bendera Belanda. Untuk perhubungan interinsuler oleh
SMN dan RL dibentuk N.V. Koninklijke Paketvaart Maatschappaj (KPM). Untuk
menyaingi SMN dan KPM, maskapai pelayaran di Liverpooll. (Inggris) Alfred Holt
& Co dalam tahun 1891 mendirikah De Nederlandse Stoomvaart Maatschappij
"Ocean".
Yang sangat penting ialah rol dari Java yang didirikan pada tahun 1828 sebagai bank setengah resmi dengan hak2 istimewanya. Kepada Javasche Bank diberi hak untuk mengeluarkan uang kertas.
Hampir bersamaan waktunya dengan didirikannya Javasche Bank dalam tahun
1824 didirikan Nederlandse Handel Maatschappij (NHM) atau FACTORIJ, yang dalam
perkembangan selanjutnya menjadi salah satu bank kolonial yang terpenting di
Indonesia.
Bertambah besarnya pengaruh kapital partikulir di Indonesia kelihatan pada
bagian kedua dari abad ke-19 dengan didirikannya sejumlah bank2 kolonial,
antara lain: tahun 1870 didirikan Nederlands-Indische Escompto Maatschappij,
yaitu bank yang tertua yang didirikan dalam periode perkembangan kapital
industri partikulir.
Pekerjaan bank ini ialah menggerakkan kapital yang ada di Indonesia. Dalam
tahun 1863 didirikan "Nederlands-Indische Handelsbank" (NHB), yang
sejak tahun 1950 bemama "Nationale Bank", dimana didalamnya kecuali
kapital Belanda juga ikut serta Jerman dan Perancis. Bank ini bertujuan memberi
persekot (uang muka) dan memberi dorongan pada perusahaan2 perkebunan,
perdangan, dan industri. Oleh bank ini dalam tahun 1885 didirikan
"Nederlands Indische Landbouw Maatschappij", dan dengan perantaraan
maskapai ini NIHB menguasai onderneming2 kolonial. Dalam tahun 1863 itu juga
didirikan "Internationale Credit en Handelsvereniging Rotterdam",
sebagai bagian daripada "Rotterdamse Bank" yang sangat terikat pada
kapital Jerman. Mu1a2 yang diutamakan oleh bank ini ialah perdagangan dan
komisi di Indonesia maupun di-negeri2 lain, tetapi ternyata kemudian perhatian
bank ini terutama ditujukan kepada menguasai dan mengontrol secara langsung perusahaan2
dagang dan perkebunan di Indonesia. Dalam tahun 1881 didirikan Koloniale Bank
dengan program “menangani perusahaan2 pertanian dan industri".
Disamping bank2 kolonial diatas, juga mengadakan operasi di Indonesia agen2
bank asing bukan Belanda diantaranya "Oriental Bank Corporation" dan
"Chartered Bank of India Australia dan China", yang terutama
mengadakan operasi2 dilapangan kredit. Pengaruh yang terpenting daripada
kapital luar negeri dilakukan dengan melewati bank2 dan konsern2 finansiil-industri
Belanda. Sudah cukup terkenal bahwa maskapai minyak "Royal Dutch
Shell" (Koninklijke Petroleum Maatschappij) pokoknya adalah onderneming
Inggeris, sedangkan dalam perkebunan karet di Sumatera berkuasa kapital
Amerika. Pada umumnya bank2 kolonial diatas timbul pada permulaan zaman
munculnya kapital industri partikulir sebagai badan yang mengurus kredit dan
keuangan. Tetapi dapat dipastikan, bahwa segera perusahaan2 kolonial jatuh
didalam kekuasaannya, ia menjalankan kontrole yang menentukan atas perusahaan2
kolonial itu. Sebagai contoh dapat kita lihat dari kenyataan2 sebagai berikut :
Sudah sejak tahun 1875 NHM mempunyai 4 kebun kopi, 1 kebun tembakau, 1 kebun
indigo; di Jawa ia mengontrol 3 pabrik gula, di Jawa dan Sumatera 3 perusahaan
exploitasi hutan. Demikian pula NHM telah membuka perusahaan minyak tanah yang
pertama di Indonesia. Dalam tahun 1875 NHM ambil bagian dalam perkebunan, dalam
kredit dan hipotik serta persekot untuk hasil bumi, yang seluruhnya berjumlah
57 juta florin Tahun 1915 NHM mempunyai 9 kebun tebu dan 7 buah pabrik di Jawa.
Selain daripada itu bank ini mengontrol: 22 pabrik gula, sejumlah kebun kopi,
14 kebun tembakau, 12 kebun teh dan 14 kebun karet.
Karena proses persaingan bebas, maka dalam tahun 1895 timbul serangan
krisis yang hebat, yang menghancurkan sebagian besar kapitalis2 partikulir dan
berakibat kapital finans berkuasa sepenuhnya. Kekuasaan kapital finans ini
berpusat pada segerombolan kaum uang di Amsterdam.
Dengan ini berarti, bahwa sejak tahun 1895 Indonesia menginyak zaman
imperialisme, yaitu tingkat tertinggi daripada kapitalisme, dimana kapital bank
dan kapital industri berpadu menjadi kapital finans, dan monopoli daripada
kapital finans ini mengusai kehidupan ekonomi dan politik Indonesia.
Perkembangan menunjukkan, bahwa NHM yang didirikan sebagai alat kapital
dagang monopoli dalam zaman sistim kerja-paksa (cultuur-stelsel) telah
berkembang menjadi satu badan finansil kolonial yang paling berkuasa di
Indonesia dalam zaman imperialis. Ini menunjukkan adanya perpindahan yang boleh
dikatakan cepat dari kapital dagang monopoli kekapital finans monopoli. Zaman
antara kapital dagang monopoli dengan kapital finans monopoli adalah zaman
industri partikulir dan zaman ini tidak lama di Indonesia, yaitu dari tahun
1870 sampai 1895.
Tidak lamanya kapital industri partikulir di Indonesia disebabkan karena
perkembangan industri dinegeri Belanda jauh terbelakang jika dibanding dengan
perkembangan industri di Inggeris yang terkenal sebagai "bengkel
dunia". Selama masa tahun 1840-1860 di Inggeris sudah berlaku persaingan
merdeka dan perdagangan bebas, yang menyebabkan perkembangan yang luas dan
kapital partikulir dalam lapangan perdagangan dan industri. Dan sebagai sudah
diterangkan diatas, baru pada tahun 1870 negeri Belanda membuka kesempatan bagi
kapital partikulir dan perdagangan partikulir untuk bekerja di Indonesia.
Untuk menjamin keselamatan dan hari depan bagi Kapital yang diexport dari
Eropa, maka kaum imperialis Belanda melakukan dua tindakan penting, pertama:
seluruh daerah Indonesia harus ditundukkan secara politik maupun secara militer
dan kedua: mengdakan penjelidikan mengenai kemungkinan2 perkembangan kapital
yang tak terbatas. Untuk menundukkan seluruh Indonesia dibawah kekuasaan
Belanda, maka dilakukan peperangan kolonial diberbagai bagian Indonesia. Pada
akhir abad ke-19 awal ke-20 Belanda telah memperkuat atau meluaskan
kekuasaannya di Bali (pertempuran penghabisan tahun 1908), di Lombok (perang
tahun 1894-1895), di Sumbawa, Dompo, Flores, Boni (perlawanan terachir tahun
1908) , Banyarmasin (1906), Jambi (1907), Riau (1913), Tapanuli (Singa
Mangaraja ke-l0 tewas tahun 1907), Aceh (perang 1873-1908).
Disamping tindakan2 politik dan kemiliteran, pemerintah Belanda mengadakan
pemeriksaan2 dilapangan ilmu tanah, ilmu tumbuh2an, ilmu hewan dsb. Juga
dipelajari adat-istiadat, bahasa, agama, kesenian dan sejarah anak negeri.
Pengetahuan2 tentang alam dan tentang masyarakat Indonesia dipergunakan oleh
kaum imperialis untuk kepentingan pertambangan, pertanian dan perkebunan,
pemerintahan, dsb. Demikianlah ilmu pengetahuan dipakai oleh kaum imperialis
untuk menguras kekayaan alam Indonesia dan untuk terus memperbudak Rakyat
Indonesia.
Indonesia adalah negeri yang kaya akan pelikan (barang tambang). Disamping
batubara dan minyak tanah, bumi Indonesia kaya dengan besi, emas, perak, seng,
mangaan, tembaga, chroom, air-rasa, jodium, aspal, dll. Jadi sebenarnya
Indonesia mempunyai syarat2 yang cukup untuk membangunan industri disegala
lapangan. Tetapi oleh kapital kolonial di Indonesia hanya didirikan
industri-pembantu untuk mengerjakan bahan mentah dan hasil lain2 guna
di-export. Politik perampokan kolonial tidak ditujukan untuk membikin maju
alat2 produksi guna kemajuan masyarakat Indonesia, tetapi ditujukan untuk
memeras kekayaan alam Indonesia sebanyak2nya dan dengan cara2 yang paling
banyak mendatangkan untung. Industri yang termasuk maju ialah pabrik gula,
pabrik tembakau, penyaring minyak tanah, dsb. Disamping itu, untuk memelihara
perusahaan kolonial, didirikan bengkel2 reparasi dan berbagai pabrik mesin
kecil, industri2 untuk keperluan kereta-api, keperluan kendaraan bermotor,
kapal, pe1abuhan, dsb. Untuk memenuhi kebutuhan orang Eropa didirikan perusahaan
limun, bir, gas dan listrik.
Walaupun monopoli negara sudah hapus dan terbukti kesempatan bagi
perkembangan daripada kapitalisme, tetapi politik kolonial daripada imperialis
menghalangi perkembangan yang sewajarnya. Dibanding dengan negeri2 Eropa yang
sudah maju ekonominya. Indonesia adalah masih sangat terbelakang. Kira2
empat-perlima dari seluruh Rakyat Indonesia masih mengerjakan pertanian dan
sebagian besar terdiri dari buruh tani dan tani-miskin, sedangkan yang bekerja
dilapangan industri besar dan kecil, dilapangan perdagangan, pertambangan,
transport, dll seluruhnya hanya kira2 seperlima. Keadaan ini menunjukkan bahwa
Indonesia negeri yang dilihat dari sudut ekonomi adalah terbelakang dan jumlah
produksi nasionalnya sebagian besar terdiri dari hasil produksi dilapangan
agraria, adalah negeri burjuis kecil, artinya negeri, dimana masih bercokol
perusahaan2 pemilik kecil, dengan peranan perseorangan yang kurang produktif.
Industri nasional sangat terbatas perkembanganya, misalnya hanya meliputi
perusahaan menganyam topi, tikar, keranyang, dsb. Yang sudah sedikit maju ialah
perusahaan batik dan rokok kretek. Besarnya perusahaan batik sangat ber-macam2,
ada yang mempunyai buruh 2 a 3 orang, ada yang belasan, puluhan dan ada juga
yang sampai ratusan (di Jawa Tengah). Misalnya dari 4.386 buah perusahaan2
batik (tahun 1929) di Jawa perusahaan yang tergolong sedang dan besar sebagian
besar tidak dikuasai oleh orang2 Indonesia. 871 buah perusahaan yang dikuasai
oleh orang2 asing terutama Belanda, terdapat 543 buah di Jawa Tengah, 285 buah
di Jawa Barat dan 43 buah di Jawa Timur. Sedang yang lain adalah perusahaan2
pembatikan di-rumah2 penduduk yang tidak banyak artinya.
Perusahaan2
batik ini sangat tergantung pada importir2 besar asing yang mendatangkan
keperluan2 perusahaan batik. Sebagaimana juga perusahaan batik, perusahaan
rokok kretek bekerja dengan alat2 yang sederhana. Perusahaan2 rokok kretek juga
sebagian besar tidak ditangan orang2 Indonesia sendiri, yaitu sembilan dari
sejumlah 29 perusahaan besar. Dan perusahaan rokok kretek yang sedang, 29 buah
dikuasai orang Indonesia dari sejumlah 77 buah perusahaan, sedang peruahaan
kecil ada 761 buah ditangan orang Indonesia dan sejumlah 1.206 buah perusahaan.
Dengan sendirinya, perusahaan rokok kretek terus-menerus didesak kedudukannya
oleh industri2 rokok Eropa yang modern.
Karena kaum imperialis Belanda lemah kedudukannya dalam lapangan militer
dan tidak mampu sendirian membela Indonesia dengan senjata, maka sejak tahun
1905 kaum imperialis Belanda terpaksa menjalankan politik Pintu-terbuka
(open-deur-politik), artinya Indonesia dibuka menjadi lapangan exploitasi kaum
kapitalis dari segala negara kapitalis. Dengan menjalankan politik pintu
terbuka kaum imperialis Belanda memperhitungkan dua keuntungan, yaitu: 1)
berupa kenaikan hasil pajak yang didapat dari perusahaan2 imperialis; dan 2)
berupa pertahanan bersama antara negara2 imperialis. Karena banyaknya modal
partikulir dari ber-bagai2 negeri yang ditanam disini, jadi karena adanya
kepentingan bersama, mereka akan ber-sama2 pula menjaga keamanan dan
keselamatan Hindia Belanda, baik dari serangan dalam negeri yang berupa
pemberontakan Rakyat, maupun yang berupa agresi dari negeri2 imperialis lain,
yang mengancam kepentingan bersama mereka. Ingat pengalaman Pemberontakan tahun
1926 dimana imperialis Inggris dan Amerika ikut aktif menindas pemberontakan
tersebut; ingat pengalaman selama Revolusi Agustus 1945 dan pengalaman
Provokasi Madiun, dimana kaum imperialis ber-sama2 dan kakitangannya berusaha
menghancurkan gerakan Rakyat yang revolusioner; ingat perjuangan pembebasan
Irian Barat, dimana negeri2 imperialis tersebut secara terang2an atau secara
diam2 menolak tuntutan Rakyat dan pemerintah Indonesia.
Kaum imperialis telah mengganti "cultuurstelsel" dengan
perbudakan secara baru, antara lain perbudakan "poenale sanctie"
untuk menjamin tenaga-murah bagi onderneming. Ber-juta2 kuli bangsa Indonesia
yang diikat oleh kontrak2 yang berdasarkan "ordonansi kuli" (yang
pertama untuk Sumatera Timur tahun 1880), dan jika mereka bekerja kurang keras
sedikit saja, mereka mendapat pecut dengan rotan. ikatan ini di- namakan
"poenale sanctie", yaitu ketentuan hukuman bagi mereka yang menyalahi
kontrak, misalnya bagi mereka yang menolak untuk bekerja atau yang melarikan
diri karena tidak tahan siksaan. Dari 100 kuli kontrak saban tahun meninggal
rata2 30 orang. Wanita2 muda tidak sedikit yang juga diangkut ke daerah2
perkebunan, jauh dari tempat kelahirannya, dengan upah beberapa sen sehari, dan
mereka pada akhirnya banyak terpaksa menjalankan pelacuran. Karena perlawanan
Rakyat maka baru tahun 1931 "poenale sanctie" dihapuskan secara
ber-angsur2.
Salah satu tujuan terpenting daripada politik kolonial kaum imperialis
ialah memajukan industri negerinya sendiri. Oleh karena itu, politik kolonial
dari imperialis mencegah perkembangan industri yang se-luas2nya di Indonesia,
dan inilah sebabnya kerajinan tangan dari Rakyat tidak berkembang menjadi
industri modern, sebagaimana terjadi di Eropa, dan inilah pula sebabnya mengapa
kapital kolonial membatasi diri dengan hanya mendirikan industri-pembantu untuk
mengerjakan bahan mentah dan hasil2 lain guna diexport.
Pada tahun 1923 ditaksir modal asing di Indonesia ada kira2 4.650 juta
florin (rupiah Belanda). Untungnya pukul rata saban tahun ada 500 juta florin.
Untung ini sebagian besar mengalir keluar negeri, sebab disanalah pemegang2
andil dan direksi.
Untuk memperluas penghisapan yang tidak kenal malu atas Rakyat jajahan,
kapitalis monopoli mengadakan jalan-jalan kereta-api, pabrik2, bengkel2,
perkebunan2 modern dan perusahaan2 dagang. Juga administrasi pemerintah dibikin
teratur.
Perusahaan2 besar membutuhkan tenaga2 yang lebih pintar untuk pekerjaan
tatausaha rendah dan pertukangan. Pemerintah Belanda perlu juga memakai tenaga2
yang begitu. Berhubung dengan itu didirikanlah sekolah2 rendah, kemudian
sekolah2 menengah pertama, sekolah teknik, sekolah menengah tinggi, sekolah
guru. Jumlah sekolah2 itu sedikit sekali, makin tinggi makin sedikit, sebab
yang dipentingkan ialah untuk keperluan pemerintahan Belanda dan perusahaan2
asing, bukan pendidikan Rakyat. Yang tamat dalam tahun pengajaran 1938-1939
hanya 96.159 orang pada sekolah rendah bumi-putera dan 7.340 pada sekolah
rendah berbahasa Belanda, sedangkan bagi sekolah Belanda angkanya 3.743. Anak2
Belanda jauh lebih sedikit daripada anak Indonesia (penduduk Belanda dalam
tahun 1930 kira2 sebanyak 200.000 jiwa). Perbandingan ini makin jelek di
sekolah2 yang lebih tinggi (Mulo dan AMS buat anak Indonesia HBS dan Lyceum
buat anak Belanda).
Sekolah tinggi baru pada waktu achir abad ke-19 didirikan: Sekolah tinggi
Teknik, Sekolah Tinggi Kedokteran, Sekolah Tinggi Hukum (sebelum itu ada
sekolah2 yang bersifat menengah untuk kedokteran dan kehakiman). Buat
pendidikan pegawai Pamong Praja ada Osvia, kemudian Mosvia dan Sekolah Dokter
Hewan ada satu dan satu pula Sekolah Menengah Pertanian. Karena desakan Rakyat
Indonesia dalam waktu perang dunia kedua didirikan cepat2 beberapa sekolah
tinggi (antara lain untuk pertanian dan kesusasteraan).
Kenyataan diatas memperlihatkan, bahwa pengajaran bagi orang Indonesia
terbelakang sekali. Hal itu dapat dijelaskan lagi dengan jumlah orang yang tahu
baca-tulis pada tahun 1930 yang jumlahnya tidak lebih dari 7 % (hanya 3.746.225
orang).
Dan keterangan2 diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pabrik-pabrik gula,
karet dll. serta pembuatan pelabuhan2, kareta-api dan bengkel2, membutuhkan
tenaga kerja. Alat2 pemerintah yang makin meluas dan tumbuhnya perusahaan2
partikulir membutuhkan lapisan Rakyat yang mempunyai kccerdasan dan yang cakap
menyabat pekerjaan yang serba modern.
Kaum imperialis berusaha se-kuat2nya untuk mempertahankan adanya feodalisme
didesa, agar bisa mendapat keuntungan yang lebih besar dengan menggunakan cara2
feodal. Sekalipun industri di Indonesia hanya merupakan industri pembantu,
tetapi inipun sudah melahirkan kaum buruh. Dalam tahun 1924 kaum buruh di kota2
besar di Jawa telah mencapai 21.6 % (seperti kota2 Jakarta, Bandung, Semarang
dan Surabaya). Ini menunjukkan, bahwa kemajuan industri di empat kota besar
tersebut sudah mencapai tingkat yang agak tinggi. Di-kota2 kecil di Jawa jumlah
kaum buruh adalah 19.8 %. Sedangkan di-distrik2 di Jawa terdapat 2.4% daripada
penduduk.
Menurut statistik tahun 1930, penduduk Indonesia yang hidup dari upah
berjumlah lebih kurang 6.000.000 (enam juta). Dalam jumlah ini sudah dimasukkan
buruh musiman yang sangat besar jumlahnya. Diantara yang enam juta ini terdapat
setengah juta buruh modern, yang terdiri dari: 316.200 buruh transport, 153.000
buruh pabrik dan bengkel, 36.400 buruh tambang timah kepunyaan pemerintah dan
partikelir, 17.100 buruh tambang batubara kepunyaan pemerintah dan partikulir,
29.000 buruh tambang minyak, 6.000 buruh tambang emas dan perak kepunyaan
pemerintah dan partikulir. Selainnya adalah buruh pabrik gula (130.100), buruh
perkebunan, berbagai golongan pegawai2 negeri (termasuk polisi dan tentara
516.200), buruh industri kecil, buruh lepas, dsb. Perlu di terangkan, bahwa
yang terbesar ialah jumlah buruh industri kecil (2.208.900) dan buruh lepas
(2.003.200).
Dengan penanaman modal industri dalam berbagai lapangan di Indonesia
lahirlah golongan Rakyat yang baru, golongan kaum buruh sebagai golongan yang
menurut kedudukan sosialnya berkepentingan untuk menghapuskan sistim
penghisapan dan penindasan yang dijalankan oleh kaum modal monopoli Belanda.
Mengenai lahir dan ciri2 kaum buruh Indonesia dapat disimpulkan sebagai
berikut:
Pertama: karena perkembangan industri di Indonesia sangat terbatas yang
disebabkan oleh politik kolonial Belanda yang bermaksud membagun industri hanya
bersifat memperlengkap atau membantu kepentihgan industri di negeri2 imperialis
dan karena pertumbuhan kapital nasional sangat tertekan oleh kekuasaan kapital
monopoli maka jumlah kaum buruh di Indonesia tidak besar apabila dibandingkan
dengan golongan Rakyat lainnya. Demikian juga politik kolonial Belanda tidak
memungkinkan pertumbuhan industri modern di Indonesia. lnilah sebabnya kaum
buruh modern di Indonesia jumlahnya tidak banyak apabila dibandingkan dengan
kaum buruh seluruhnya. Sebagian terbesar kaum buruh Indonesia terdiri dari kaum
buruh pertanian.
Jumlah kaum buruh yang kecil dibandingkan dengan besarnya jumlah golongan
Rakyat lainnya terutama kaum tani dengan sendirinya mempengaruhi pelaksanaan
tugas2 kaum buruh dalam mendorong terbentuknya front persatuan dari semua
golongan Rakyat. Dengan situasi demikian diminta keadaan kaum buruh untuk lebih
sungguh2 bekerja untuk memperkuat persatuan kaum buruh dan untuk mempertinggi
kesadaran politik dan organisasi, sehingga merupakan pendorong yang kuat bagi
golongan2 Rakyat lainnya untuk tergalangnya front persatuan nasional.
Kedua: dibanding dengan perkembangan industri di negeri2 kapitalis lainnya,
maka perkembangan industri di Indonesia termasuk terbelakang. Sebagian besar
industri masih terbatas pada industri pertanian. Sebagian terbesar kaum buruh
Indonesia terdiri dari buruh pertanian dan masih mempunyai hubungan tradisi
yang erat dengan desa.
Keadaan ini membawa akibat disatu pihak kaum buruh Indonesia memiliki segi
yang menguntungkan dalam hubungannya dengan kaum tani (mudah berhubungan,
keluarganya masih banyak didesa dsb.) yang merupakan faktor penting dalam
menggalang kerjasama antara kaum buruh dan kaum tani yang merupakan basis
daripada front persatuan nasional. Tetapi dipihak yang lain segi yang kurang
menguntungkan adalah terbukanya kemungkinan dibawanya tradisi2 dan watak2 kaum
tani yang masih terbelakang dalam lingkungan klas buruh sebagai kekuatan yang
utama dalam pembentukan front persatuan nasional.
Ketiga: politik kolonial Belanda dan kaum imperialis lainnya ditujukan
untuk mencegah berkembangnya kebudayaan dikalangan Rakyat, termasuk kaum buruh.
Tingkat kebudayaan kaum buruh Indonesia adalah lebih rendah apabila dibandingkan
dengan tingkat kebudayaan burjuasi nasional. Jumlah kaum buruh yang tak dapat
bacatulis masih sangat besar. Jumlah kaum buruh yang terdidik sangat kecil.
Tingkat kebudayaan yang rendah ini dengan sendirinya membawa pengaruh dalam
pelaksanaan tugas2 kaum buruh. Terutama tugas untuk menarik burjuasi nasional
dalam front persatuan nasional. Oleh karena itu juga menjadi tugas penting bagi
kaum buruh Indonesia untuk mempertinggi tingkat kebudayaannya, sehingga dapat
membantu menarik golongan burjuis nasional, kaum intelektuil dan golongan2
lainnya, kedalam front persatuan yang luas dan kuat. Kenyataan2 tersebut diatas
tidaklah mengurangi perlawanan kaum buruh dan Rakyat terhadap kekuasaan
kolonial Belanda, untuk mencapai kemerdekaan nasional bagi Indonesia. Kaum
kapitalis monopoli sepenuhnya menguasai seluruh kehidupan ekonomi dan politik
dan berusaha untuk mendapat untung se besar2nya dengan jalan melakukan
penghisapan yang kejam dengan jalan membajar kaum buruh se-rendah2nya dan
menguras kekayaan alam Indonesia se-banyak2nya. Keadaan ini membangkitkan kaum
buruh untuk terus-menerus mengadakan perjuangan melawan serangan2 kapitalis
monopoli.
Perlawanan kaum buruh Indonesia dalam tingkat2 pertama tidak dapat
dijalankan dengan sempurna, karena kaum buruh Indonesia belum mempunyai
pengalaman untuk menyusun kekuatan se-besar2nya dengan jalan mempersatukan diri
dalam organisasi Serikatburuh yang secara militan membela kepentingan kaum
buruh. Serangan2 yang dijalankan oleh kaum modal monopoli Belanda dijawab
dengan perlawanan secara perseorangan terhadap atasannya atau dengan merusak
perkakas produksi yang dihadapinya. Perlawanan2 tersebut pada umumnya berakhir
dengan dijatuhkannya hukuman penjara dan pemecatan.
Setelah menarik pelajaran dari pengalaman2nya sendiri selama itu dan
setelah mengambil pelajaran2 dari perjuangan kaum buruh di negeri2 lain, maka
baru pada tahun 1905 kaum buruh Îndonesia menetapkan jalan untuk bersatu dalam
organissai yang bertujuan untuk membela kepentingan2nya. (red)#
Sumber, Buku sejarah Gerakan Buruh Indonesia yang
diterbitkan oleh : Badan Penerbit Dewan Nasional SOBSI, Djakarta 1959
Sumber : http://www.infogsbi.org/2016/01/lahirnya-kaum-buruh-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar